Selasa, 10 April 2018

Pengantar
Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud analisis intrinsik adalah mencoba memahami suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan di dalam karya sastra aitu atau secara eksplisit terdapat dalam karya sastra. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa suatu karya sastra menciptakan duianya sendiri yang berberda dari dunia nyata. Segala sesuatu yang terdapa


t dalam dunia karya sastra merupakan fiksi yang tidak berhubungan dengan dunia nyata. Karena menciptakan dunianya sendiri, karya sastra tentu dapat dipahami berdasarkan apa yang ada atau secara eksplisit tertulis dalam teks tersebut.
Pada umumnya para ahli sepakat bahwa unsur intrinsik terdiri dari
Tokoh dan penokohan/perwatakan tokoh
Tema dan amanat
Latar
Alur
Sudut pandang/gaya penceritaaan
Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas unsur-unsur tersebut

TOKOH
Yang dimaksud dengan tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakukan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu
Tokoh sentral protagonis. Tokoh sentral protagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai pisitif.
Tokoh sentral antagonis. Tokoh sentral antagonis adalah tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
Tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu
Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercataan tokoh sentral (protagonis atau antagonis).
Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.

Berdasarkan cara menampikan perwatakannya, tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
Tokoh datar/sederhana/pipih. Yaitu tokoh yang diungkapkan atau disoroti dari satu segi watak saja. Tokoh ini bersifat statis, wataknya sedikit sekali berubah, atau bahkan tidak berubah sama sekali (misalnya tokoh kartun, kancil, film animasi).
Tokoh bulat/komplek/bundar. Yaitu tokoh yang seluruh segi wataknya diungkapkan. Tokoh ini sangat dinamis, banyak mengalami perubahan watak.

PENOKOHAN
Yang dimaksud penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada beberapa metode penyajian watak tokoh, yaitu
Metode analitis/langsung/diskursif. Yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.
Metode dramatik/taklangsung/ragaan. Yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
Metode kontekstual. Yaitu penyajian watak tokoh melalui gaya bahasa yang dipakai pengarang.

Menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM., ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu
Melalui apa yang dibuatnya, tindakan-tindakannya, terutama abagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
Melalui penggambaran fisik tokoh.
Melalui pikiran-pikirannya
Melalui penerangan langsung.
Tokoh dan latar memang merupakan dua unsur cerita rekaan yang erat berhubungan dan saling mendukung.

ALUR
Alur adalah urutaan atau rangkaian peristiwa dalam cerita rekaan. Urutan peristiwa dapat tersusun berdasarkan tiga hal, yaitu
Berdasarkan urutan waktu terjadinya. Alur dengan susunan peristiwa berdasarkan kronologis kejadian disebut alur linear
Berdasarkan hubungan kausalnya/sebab akibat. Alur berdasarkan hubungan sebab-akibat disebut alur kausal.
Berdasarkan tema cerita. Alur berdasarkan tema cerita disebut alur tematik.

Struktur Alur
Setiap karya sastra tentu saja mempunyai kekhususan rangkaian ceritanya. Namun demikian, ada beberapa unsur yang ditemukan pada hampir semua cerita. Unsur-unsur tersebut merupakan pola umum alur cerita. Pola umum alur cerita adalah
Bagian awal
paparan (exposition)
rangkasangan (inciting moment)
gawatan (rising action)
Bagian tengah
tikaian (conflict)
rumitan (complication)
klimaks
Bagian akhir
leraian (falling action)
selesaian (denouement)

Bagian Awal Alur
Jika cerita diawali dengan peristiwa pertama dalam urutan waktu terjadinya, dikatakan bahwa cerita itu disusun ab ovo. Sedangkan jika yang mengawali cerita bukan peristiwa pertama dalam urutan waktu kejadian dikatakan bahwa cerita itu dudun in medias res.
Penyampaian informasi pada pembaca disebut paparan atau eksposisi.  Jika urutan konologis kejadian yang disajikan dalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya, maka dalam cerita tersebut terdapat alih balik/sorot balik/flash back.
Sorot balik biasanya digunakan untuk menambah tegangan/gawatan, yaitu ketidakpastian yang berkepanjangan dan menjadi-jadi. Dalam membuat tegangan, penulis sering menciptakan regangan, yaitu proses menambah ketegangan emosional, sering pula menciptakan susutan, yaitu proses pengurangan ketegangan. Sarana lain yang dapat digunakan untuk menciptakan tegangan adalah padahan (foreshadowing), yaitu penggambaran peristiwa yang akan terjadi.

Bagian Tengah Alur
Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan. Perkembangan dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks cerita disebut rumitan. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks. Klimaks adalah puncak konflik antartokoh cerita.

Bagian Akhir Alur
Bagian sesudah klimaks adalah leraian, yaitu peristiwa yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita.
Dalam membangun peristiwa-peristiwa cerita, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur menjadi dinamis. Faktor-faktor penting tersebut adalah
faktor kebolehjadian (pausibility). Yaitu peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya meyakinkan, tidak selalu realistik tetapi masuk akal. Penyelesaian masalah pada akhir cerita sesungguhnya sudah terkandung atau terbayang di dalam awal cerita dan terbayang pada saat titik klimaks.
Faktor kejutan. Yaitu peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsung ditebak/dikenali oleh pembaca.
Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi.
Kombinasi atau variasi ketiga faktor tersebutlah yang menyebabkan peristiwa-peristiwa cerita menjadi dinamis.
Selain itu ada hal yang harus dihindari dalam alur, yaitu lanturan atau digresi. Lanturan atau digresi adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.

Macam Alur
Pada umumnya orang membedakan alur menjadi dua, yaitu alur maju dan alur mundur. Yang dimaksud alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian. Sedangkan yang dimaksud alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian.
Pembagian seperti itu sebenarnya hanyalah salah satu pembagian jenis alur yaitu pembagian alur berdasarkan urutan waktu. Secara lebih lengkap dapat dikatakan bahwa ada tiga macam alur, yaitu
alur berdasarkan urutan waktu
alur berdasarkan urutan sebab-akibat
alur berdasarkan tema. Dalam cerita yang beralur tema setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami.

Dalam hubungannya dengan alur, ada beberapa istilah lain yang perlu dipahami. Pertama, alur bawahan. Alur bawahan adalah alur cerita yang ada di samping alur cerita utama. Kedua, alur linear. Alur linear adalah rangkaian peristiwa dalam cerita yang susul-menyusul secara temporal. Ketiga, alur balik. Alur balik sama dengan sorot balik atau flash back. Keempat, alur datar. Alur datar adalah alur yang tidak dapat dirasakan adanya perkembangan cerita dari gawatan, klimaks sampai selesaian. Kelima, alur menanjak. Alur menanjak adalah alur yang jalinan peristiwanya semakin lama semakin menanjak atau rumit.

LATAR
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar meliputi penggambaran letak geografis (termasuk topografi, pemandangan, perlengkapan, ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh, waktu berlakunya kejadian, musim, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh.

MACAM LATAR
Latar dibedakan menjadi dua, yaitu
Latar fisik/material. Latar fisik adalah tempat dalam ujud fisiknya (dapat dipahami melalui panca indra).
Latar fisik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
Latar netral, yaitu latar fisik yang tidak mementingkan kekhususan waktu dan tempat.
Latar spiritual, yaitu latar fisik yang menimbulkan dugaan atau asosiasi pemikiran tertentu.
Latar sosial. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial dan sikap, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, dan lain-lain.

FUNGSI LATAR
Ada beberapa fungsi latar, antara lain
memberikan informasi situasi sebagaimana adanya
memproyeksikan keadaan batin tokoh
mencitkana suasana tertentu
menciptakan kontras

TEMA DAN AMANAT
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Ada beberapa macam tema, yaitu
Ada tema didaktis, yaitu tema pertentangan antara kebaikan dan kejahatan
Ada tema yang dinyatakan secara eksplisit
Ada tema yang dinyatakan secara simbolik
Ada tema yang dinyatakan dalam dialog tokoh utamanya
Dalam menentukan tema cerita, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
ninat pribadi
selera pembaca
keinginan penerbit atau penguasa

Kadang-kadang terjadi perbedaan antara gagasan yang dipikirkan oleh pengarang dengan gagasan yang dipahami oleh pembaca melalui karya sastra. Gagasan sentral yang terdapat atau ditemukan dalam karya sastra disebut makna muatan, sedangkan makna atau gagasan yang dimaksud oleh pengarang (pada waktu menyusun cerita tersebut) disebut makna niatan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan makna aniatan kadang-kadang tidak sama dengan makna muatan
pengarang kurang pandai menjabarkan tema yang dikehendakinya di dalam karyanya.
Beberapa pembaca berbeda pendapat tentang gagasan dasar suatu karta.
Yang diutamakan adalah bahwa penafsiran itu dapat dipertanggungjawabkan dengan adanya unsur-unsur di dalam karya sastra yang menunjang tafsiran tersebut.
Dalam suatu karya sastra ada tema sentral dan ada pula tema samapingan. Yang dimaksud tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Yang dimaksud tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.
Ada tema yang terus berulang dan dikaitkan dengan tokoh, latar, serta unsur-unsur lain dalam cerita. Tema semacam itu disebut leitmotif. Leitmotif ini mengantar pembaca pada suatu amanat. Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir, dapat pula secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.

POINT OF VIEW
Bennison Gray membedakan pencerita menjadi pencerita orang pertama dan pencerita orang ketiga.
Pencerita orang pertama (akuan).
Yang dimaksud sudut pandang orang pertama adalah cara bercerita di mana tokoh pencerita terlibat langsung mengalami peristiwa-peristiwa cerita. Ini disebut juga gaya penceritaan akuan.Gaya penceritaan akuan dibedakan menjadi dua, yaitu
Pencerita akuan sertaan, yaitu pencerita akuan di mana pencnerita menjadi tokoh sentral dalam cerita tersebut.
Pencerita akuan taksertaan, yaitu pencerita akuan di mana pencerita tidak terlibat menjadi tokoh sentral dalam cerita tersebut.
Pencerita orang ketiga (diaan).
Yang dimaksud sudut pandang orang ketiga adalah sudut pandang bercerita di mana tokoh pencnerita tidak terlibat dalam peristiwa-peristiwa cerita. Sudut pandang orang ketiga ini disebut juga gaya penceritaan diaan. Gaya pencerita diaan dibedakan menjadi dua, yaitu
Pencerita diaan serba tahu, yaitu pencerita diaan yang tahu segala sesuatu tentang semua tokoh dan peristiwa dalam cerita. Tokoh ini bebas bercerita dan bahkan memberi komentar dan penilaian terhadap tokoh cerita.
Pencerita diaan terbatas, yaitu pencerita diaan yang membatasi diri dengan memaparkan atau melukiskan lakuan dramatik yang diamatinya. Jadi seolah-olah dia hanya melaporkan apa yang dilihatnya saja.

Kadang-kadang orang sulit membedakan antara pengarang dengan tokoh pencerita. Pada prinsipnya pengarang berbeda dengan tokoh pencerita. Tokoh pencerita merupakan individu ciptaan pengarang yang mengemban misi membawakan cerita. Ia bukanlah pengarang itu sendiri.

Jakob Sumardjo membagi point of view menjadi empat macam, yaitu
Sudut penglihatan yang berkuasa (omniscient point of view). Pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia tahu segalanya.
Sudut penglihatan obyektif (objective point of view). Pengarang serba tahu tetapi tidak memberi komentar apapun. Pembaca hanya disuguhi pandangan mata, apa yang seolah dilihat oleh pengarang.
Point of view orang pertama. Pengarang sebagai pelaku cerita.
Point of view peninjau. Pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian kita ikuti bersama tokoh ini.


Menurut Harry Shaw, sudut pandang dalam kesusastraan mencakup
Sudut pandang fisik. Yaitu sudut pandang yang berhubungan dengan waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam mendekati materi cerita.
Sudut pandang mental. Yaitu sudut pandang yang berhubungan dengan perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah atau peristiwa yang diceritakannya.
Sudut pandang pribadi. Adalah sudut pandang yang menyangkut hubungan atau keterlibatan pribadi pengarang dalam pokok masalah yang diceritakan. Sudut pandang pribadi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pengarang menggunakan sudut pandang
Dahulu kala, ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja Banterang. Ia memerintah dengan adil dan
bijaksana. Suatu saat, Raja Banterang pergi ber
buru dengan beberapa pengawalnya. Tiba-tiba, ia
melihat seekor kijang melesat melewatinya di dalam
hutan. Raja Banterang mengejar kijang tersebut,
sehingga terpisah dari para pengawalnya.
Di pinggir sebuah sungai, Raja berhenti. Ia sangat
heran betapa cepatnya kijang itu lari. Tiba-tiba,
seorang gadis cantik menghampirinya.
"Siapakah kau? Apakah kau penunggu hutan ini?" tanya Raja Banterang.
"Namaku Surati, Paduka. Ayahku adalah raja dari
Kerajaan Klungkung. Aku berada di sini karena
melarikan diri dari kejaran musuh. Ayahku telah
gugur dalam peperangan mempertahankan kerajaan,"
kata gadis itu.
Raja Baterang merasa iba. Ia pun memboyong gadis itu ke istana. Tidak lama kemudian, mereka
menikah.
Suatu hari, ketika Raja Banterang sedang pergi
berburu, seorang laki-laki berpakaian compang-
camping mendatangi Surati. Laki-laki itu adalah kakak kandung Surati yang bernama Rupaksa.
"Surati, tahukah kau bahwa suamimu adalah orang yang membunuh ayah kita? Kita harus bekerja
sama untuk membalas dendam," kata Rupaksa.
Surati menolak keinginan kakaknya, "Tidak Kak.
Aku berutang budi kepada Raja Banterang. Ia telah
menyelamatkanku. Aku tidak mau membantumu untuk membunuhnya."
Rupaksa terus memaksa adiknya, tetapi Surati te
tap tidak mau melakukannya. Laki-laki itu sangat
marah kepada adiknya. Sebelum pergi meninggalkan adiknya, ia melepaskan ikat kepalanya dan
memberikannya kepada Surati.
"Simpanlah ini sebagai cinderamata dariku. Letakka
nlah di bawah tempat tidurmu," kata Rupaksa.
Raja Banterang yang sedang berburu di dalam hutan tidak mengetahui kejadian tersebut. Di dalam
hutan, ia bertemu dengan seorang laki-laki berpakaian compang-camping yang berjalan
menghampirinya.
"Tuanku Raja Banterang. Paduka saat ini da
lam bahaya. Ada yang sedang berencana membunuh
Paduka, yaitu istri paduka dan orang suruhannya."
Raja Banterang sangat terkejut, "Apa
buktinya kalau istriku mengkhianatiku?"
Sekarang kembalilah Paduka ke istana. Carilah sebuah
ikat kepala yang letaknya di bawah ranjang istri
Paduka. Itu adalah milik laki-laki suruhan is
tri Paduka yang diminta untuk membunuh Paduka."
Semula, Raja Banterang tidak mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Sesampainya di istana, ia
mencari-cari ikat kepala yang dikatakan orang tersebut.
Ternyata benar, ia menemukan sehelai ikat kepala
di bawah tempat tidur Surati. Raja Banterang marah
bukan main kepada istrinya.
"Ternyata benar kata laki-laki itu! Kau sedang bere
ncana untuk membunuhku! Ini buktinya!" kata Raja
Baterang pada istrinya.
"Kanda, aku tidak mengerti apa maksudmu?"
Raja Baterang menceritakan bagaimana seorang laki-laki berpakaian kumal dan compang-camping
menemuinya di hutan. Surati mengatakan bahwa itu adalah kakaknya yang bernama Rupaksa. Ia
menceritakan apa yang diinginkan Rupaksa kepada suaminya. Namun, Raja Banterang tidak
memercayainya.
"Kanda, aku tidak pernah berniat berkhianat. Aku rela berkorban apa pun untuk keselamatanmu.
Tolong percaya kepadaku!" ujar Surat'.
Raja Banterang sudah tersulut emosinya. Ia tetap tak
memercayai istrinya. Surati berlari ke tepi air
terjun dan Raja Banterang mengikutinya.
"Kanda, di bawah jurang ini mengalir sungai. Aku ak
an menyeburkan diri ke air terjun itu. Jika air
sungai menjadi jernih dan berbau wangi, berarti aku tidak bersalah! Namun, jika air sungai ini berubah
menjadi keruh dan berbau busuk, berarti aku bersalah!"
Surati lalu menyeburkan diri ke dalam air terjun itu.
Tak lama kemudian air sungai terlihat jernih dan
mengeluarkan bau yang sangat harum. Melihat hal itu Raja Banterang segera menyadari bahwa
istrinya tidak bersalah.
"Maafkan aku istriku. Ternyata kau tidak bersalah," kata Raja Banterang. Namun, ia tidak pernah
menemukan istrinya. Surati menghilang secara tiba-tiba. Ia sangat menyesal. Namun, penyesalannya u. Ia mempunyai keahlian berper
ang dan kesaktian yang lebih tinggi
daripada saudara-saudaranya. Kesaktiannya ia
dapatkan sebagai anugerah dari para dewa, karena ia rajin bertapa.
Suatu saat, Arjuna pergi bersemedi dengan harapan agar pora dewa menambah
kesaktiannya. Di lereng sebuah gunung di wilayah Batu, Malang, ia memulai
persemedian tersebut. Arjuna duduk di puncak sebuah batu yang cukup tinggi.
Karena khusyuk bersemedi, tubuh Arjuna menjadi bersinar dan memancarkan
kekuatan. Kekuatan itu membuat puncak gunung semakin menjulang menembus
langit dan mengguncang khayangan.
Para dewa di negeri khayangan merasa terganggu. Lalu, mereka mengufus
Batara Narada turun ke bumi untuk meminta Arjuna menghentikan semedinya.
"Arjuna! Mohon hentikanlah semedimu, karena akan merusak negeri
khayangan!" kata Batara Narada ketika berhasil menemui Arjuna.
Arjuna tidak bergeming. Ia tetap mela
njutkan semedinya. Jika ia sampai
terganggu oleh teguran Batara Narada, ia khawatir para dewa tidak akan
menambahkan kesaktiannya. Setelah Batara Narada gagal, para dewa negeri
khayangan menurunkan beberapa bidadari cantik untuk menggoda Arjuna.
Namun, Arjuna tetap saja tidak terganggu.
Setelah itu, diturunkanlah roh jahat untuk menakut-nakuti Arjuna. Namun,
mereka tetap saja tidak berhasil.
Akhirnya, para dewa negeri khayangan mengutus Batara Narada untuk kembali
ke bumi menemui Batara Semar yang selama ini mengasuh kelima Pandawa,
termasuk Arjuna. Ia yakin Arjuna mau mendengarkan Semar.
Batara Semar tidak menjalankan tugasnya sendirian. Ia meminta bantuan Batara
Togog. Lalu, mereka berdua bersemedi untuk menambah kesaktian. Dengan
kesaktian itu, mereka mengubah tubuh me
reka menjadi besar. Kedua Batara ini
berdiri di sisi-sisi gunung tempat Arjuna
bersemedi. Dengan kesaktian yang luar
biasa, mereka memotong bagian atas gu
nung tersebut dan melemparkannya ke
arah tenggara, sehingga terdengarlah bunyi dentuman yang sangat dahsyat.
"Bunyi apa itu?" tanya Arjuna dengan sangat terkejut.
Batara Semar dan Batara Togog menghampirinya.
"Kami barus saja memotong puncak gunung ini," jawab Batara Semar.
"Bunyinya membuyarkan semediku, Guru. Dewa pastinya tidak akan
menambahkan kesaktianku," kata Arjuna
"Pertapaanmu itu sangat meresahkan negeri khayangan. Kekuatannya dapat
menimbulkan kerusakan. Kesaktian seperti apa lagi yang kau inginkan? Kau
sudah sangat sakti. Seharusnya kau semakin rendah diri, bukan justru
menimbulkan kerusakan," nasihat Batara Semar.
Arjuna tertegun. Ia menyadari kesalahannya. U
tidak berarti lagi.
Sejak saat itu, tempat tersebut disebut dengan Ban
yuwangi. Dalam bahasa Jawa